Yeah! Itu dia”. Gerakan refleks bersamaan. Kami pura-pura serius minum kopi disudut meja toserba, sambil ngelirik mahluk keren yang lagi lewat sambil senyum kearah kami duduk. Jujur aja entah sejak kapan, dia kami jadikan objek penghilang lelah.
“Kenapa bisa ya!?”
“Yah, itu dia.. hahaha….” Kami pun tertawa.
Pembicaraan Rani dan Tia. Teman sekantor saat jam istirahat di toserba terdekat.
Pria misterius karyawan kantor sebelah. Akhirnya ngopi juga. Udah beberapa hari gak lihat wajah kerennya. Setelah bertemu dengannya, akhirnya aku tahu bagaimana rasanya melihat seseorang dan tersenyum tanpa alasan. Yang bikin kangen adalah melihat ekspresinya ketika ia digoda atau diajak bercanda oleh temannya, itu pemandangan yang paling kami tunggu.
Setiap senyuman dan tawa kecilnya selalu kami nantikan. Atau sekedar gerak geriknya, selalu menarik perhatian kami berdua. Entah kenapa…
Pria yang kami juluki sebagai pria misterius ini begitu menarik. Dia tak banyak bicara, ketika ia menunjukkan ekspresi dan emosi yang berbeda rasanya ada kepuasan batin tersendiri di hati kami berdua. Kami begitu kegirangan. Memang, untuk sebagian orang, diam-diam mengagumi seseorang itu menyesakkan. Untuk sebagian lagi itu jadi harapan. Tapi untuk kami berdua mengangumi pria ini hanyalah pembuang lelah dan stres karena pekerjaan. Ntah pria misterius itu tau atau gak, ekspresi wajahnya kami jadikan objek buang lelah kami siang itu. Hanya sebatas itu. Setelah itu kami berdua akan lupa tentang dia. Begitulah adanya.
Pernahkah kamu diklakson oleh kendaraan saat hendak menyeberang? Pasti kaget dan bikin deg-degan. Tetapi, hal ini tidak berlangsung lama. Jantungmu hanya berdebar sesaat dan kembali menyeberang dengan lebih hati-hati. Yup, perasaan seperti itu tiba-tiba kami berdua rasakan saat seorang wanita tiba-tiba memasuki toserba itu. Wanita itu adalah Mayanti.
Aku punya teman sekantor. Kami duduk bersebelahan selama lima tahun dan ya, kami telah menjadi teman baik. Meski beda usia dan beda budaya, kami cukup nyaman untuk berbagi banyak hal.
Saat itu Outing kantor ke Jepang tahun ketiga kami sekantor adalah awal kedekatan kami. Sama-sama satu kamar berdua, awam dalam bahasa Jepang, nyaris tak bisa mengucapkan satu kalimatpun disana. Ada banyak kejadian yang kami lewati waktu itu, mulai dari coba-coba keluar hotel berdua, belanja dan ngomong bahasa isyarat dengan para penjual oleh-oleh setempat dan berbagai moment yang seru kami lalui. Kami sangat menikmati liburan di waktu itu. Kami bersenang-senang tanpa mengkhawatirkan apa pun. Meskipun liburan yang sangat singkat, menurutku itu adalah liburan terbaik dalam hidupku. Senang sekali rasanya, dan aku berfikir suatu saat nanti aku akan kesana lagi.
Suatu hari, May mengatakan kepada saya bahwa dia melihat seorang pria yang dia sukai.
Dia juga mengatakan bahwa dia sangat menyukai pria itu. Benar-benar sudah menyukainya selama bertahun-tahun. Dia takut menceritakan hal ini kepada siapapun bahkan dia tak pernah berani untuk memperlihatkan perasaannya kepada pria itu. Dia adalah seorang pesimis sebenarnya dan kadang-kadang berbicara tentang putus asa dalam hidupnya, seolah-olah hidupnya tak berharga.
Dia, ya,. jatuh cinta pada pria itu dan dia sangat bahagia akhirnya bisa menceritakan tentang perasaannya kepada seseorang, seolah-olah beban beratnya selama bertahun-tahun ini ada yang menanggungnya juga. Dia selalu berterima kasih padaku karena memilikiku sebagai temannya.
Suatu hari, May mengatakan bahwa dia tidak boleh lagi menyukai pria itu. Saya tidak pernah bertanya tentang semua itu bahkan saya tidak pernah sekalipun bertanya tentang pria itu.
Setahun kemudian, dia memblokir saya. Saya mengetahui melalui teman-teman sekantor kami bahwa dia sudah bersama pria yang disukainya bertahun-tahun itu. Juga, saya mendengar bahwa dia tidak pernah menganggap saya sebagai teman dan selalu melihat saya sebagai penggangu kebahagiaannya, itu saja. Dan apa yang dia pikirkan dan bicarakan tentangku di belakangku, sesuatu yang bahkan lebih menyedihkan. Hubungan kami berdua tiba-tiba seperti potongan puzzle, berserak entah ke mana-mana.
Tentang hubungan. Aku udah pernah bilang pada May bahwa sangat prinsip bagiku. Pertama, sebuah hubungan cinta hanya dapat dijalani oleh dua pihak, bukan tiga atau lebih. Jika memaksakan, maka kamu akan terjebak dalam hubungan yang rumit dan situasinya akan semakin sulit teratasi karena ada hati lain yang harus dijaga. Kedua, prinsip paling penting, adalah unsur keyakinan kita. Tertulis di Alkitab, Tuhan bilang: “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Matius 19:6). Perintah yang gak boleh dilanggar.
Jatuh cinta disebut orang memang gampang-gampang susah. Ada yang bilang momen ini akan membuatmu buta akan segalanya. Semua keburukan pasangan akan indah, termasuk itu dengan sadar melanggar prinsip-prinsip yang paling esensi dalam hidup ini yaitu menjadi orang ketiga. Entah karena kekecewaan atau pengkhianatan, buat sebagian orang itu adalah sebuah proses. Tapi buat sebagian orang lagi itu bukanlah bagian dari proses itu. Tapi itu adalah keputusan yang salah. Bahagia tak berarti sampai harus mengambil hak milik orang lain. Bahagia tak berarti merusak kebahagiaan orang lain.
“Ya elaaah, Tia… dalem baget nih”.. itu jawaban May saat itu.
Saya berfikir sangat keras, waktu-waktu yang telah kami lalui tidak ada artinya bagi Mayanti. Fakta ini sangat menyayat hati. Setelah menghabiskan lima tahun suka duka, saat kita membicarakan rasa sakit masing-masing, saat kita bisa mengoceh selama berjam-jam dan masih berharap kita bisa menghentikan waktu untuk mengoceh dan tertawa, tapi sekarang hanya kenangan dan segera melupakannya. Yang paling aku sesali tentang Mayanti adalah caranya menemukan cinta sejatinya dengan menghancurkan pertemanan kami. Saya akhirnya menerima kenyataan itu, dengan banyak penyesalan bahwa saya tidak peduli lagi tentang orang itu.
Melihat dia berlalu dari hadapanku,“Kebahagiaan persahabatan yang dulu kita rasakan kini hilang entah ke mana…. Selamat tinggal…”, kataku dalam hati.
“Tia, masih sakit hati melihat dia?” tanya Rani.
Banyak orang bilang, saat memandang teman lama yang pernah begitu dekat, tapi berakhir karena hal-hal yang menyakitkan, yang terlintas di benakmu hanya dua hal. Kamu bisa merasakan sesak, perih, sedih dan banyak hal berkecamuk di dalam dada saat memandang orang itu, seolah-olah perbuatannya terpampang di depan mata.
Perasaan kedua; biasa-biasa saja, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa, karena sudah memaafkan orang itu. Ketika aku memandangnya walau hanya sekilas, aku melihat banyak hal; tapi perasaan biasa-biasa saja.”
“Teman itu ada tidak seharusnya untuk saling menyakiti, bukan?” lanjutnya.
“He..eh, harusnya sih”, jawabku menyudahi pembicaraan.
Kami pun beranjak dari toserba dan membawa kopi masing-masing, melangkah santai dan berharap semua orang baik-baik saja.
Ini adalah ceritaku hari ini. Satu tahun lagi telah berlalu dan saya masih merasa sulit untuk mempercayai orang setiap kali seseorang berkata, ‘Hei, kita berteman sekarang.’ Atau hanya sekedar mengajak berteman di social media.
TIDAK ADA di dunia ini yang akan berada di sisi Anda selamanya. Jika seseorang memilih untuk meninggalkanmu, biarkan mereka pergi. Jika mereka ada bersamamu sampai saat ini untuk bersamamu, mereka akan tetap ada bersamamu jika tidak, PERAN mereka dalam hidupmu hanya SEBATAS itu. Jangan berharap terlalu banyak, dan jangan pernah melupakan pesan ini “Jalani waktu yang masih ada dengan bahagia dengan sahabat terbaik Anda yang masih ada di sisi Anda saat ini”. Sebab akan ada masanya mereka pergi bahkan berubah. Dan Anda tidak bisa menghindari hal itu terjadi sebab itu hal yang alami yang bisa terjadi pada siapapun dan kapanpun. Jadi, Anda tidak pernah harus membaca cerita sedih yang akan membuat Anda menangis LAGI tentang sahabat. Karena Anda telah menjalaninya dengan bahagia dan telah mempersiapkan hati jika sewaktu-waktu hari itu datang, dan Anda tidak kaget lagi dan saat hujan tiba Anda tidak perlu lagi untuk duduk dipinggir ranjang dan melihat keluar jendela anda sambil meneteskan air mata lagi. Tapi Anda, ketika mengingat peristiwa dengan mereka, Anda hanya menghela nafas dan berkata dalam hati “semua memang harus terjadi, karena memang harus terjadi”. Dan Andapun harus merelakan semua berlalu. Begitu saja.
–Original story by FS